Ada yang masih ingat sosok pelatih fenomenal Jose Mourinho? Mungkin yang ada dalam benak penikmat bola, ia adalah sosok yang dikenal sebagai satu-satunya pelatih yang pernah menjuarai Liga Champions Eropa dengan dua tim yang berbeda, Pelatih pertama dalam sejarah sepak bola Eropa yang memenangkan tiga kompetisi elit (Premier League, Serie A dan La Liga, hingga tak pernah tersentuh kekalahan kandang sebanyak 150 partai kandang. Fantastis bukan?!
Tapi tahukah anda bagaimana ia meniti karir kepelatihannya, hingga sukses seperti sekarang? Ternyata, Mou memulai karirnya sebagai seorang penerjemah bagi pelatih Sir Bobby Robson di Sporting Lisbon pada tahun 1992, menjadi asisten Sir Bobby di Barcelona, sampai meraih berbagai gelar hingga tahun 2013. Jika dihitung, ternyata Mou telah meniti karir lebih dari 20 tahun di dunia kepelatihan! perjalanan yang tidak singkat memang. Akan tetapi itulah faktanya. Seorang penerjemah bahasa, hingga pemecah rekor kepelatihan di Eropa dan dunia. Ingat sekali lagi, semua prestasi itu dimulai hanya dengan menjadi penerjemah bahasa saja.
Pastinya, seorang penerjemah bukanlah The Special Ones yang mampu menorehkan banyak prestasi. Saya pernah membayangkan, apakah dulu Mou pernah mengatakan, "Aah.. saya kan cuma penerjemah bahasa. Saya ndak pede kalo jadi asisten pelatih Sir Bobby di Barcelona.." atau "Waduh, saya kan ndak punya pengalaman banyak, masa' disuruh juara Liga Champions?" Sepertinya kok mustahil kalo ia mengatakan seperti itu. Tapi, mungkin pernyataan sejenis itu sering saya dengar dari orang-orang yang ada di sekitar saya? Mungkinkah anda termasuk salah satunya? Saya beritahu ciri-ciri orang yang suka bilang seperti itu. Mau tau?
Dulu, saat saya diminta untuk menggantikan guru saya untuk memberi sesi pengajian, saya menolak dengan alasan ini itu. "Saya ndak mampu, mas!" itu jawaban saya.
Kemudian ia berkata, "Kalau antum ndak coba, terus kapan bisanya?"
Sejenak pertanyaan itu menohok saya. Saya berpikir, "iya ya, kalau ndak coba sekarang, kapan saya bisa berkembang?" Namun bisikan positif itu segera saya hilangkan. Lalu saya berkata, "Lain kali deh mas, kalo udah persiapan!"
Hingga akhirnya saya menunggu satu tahun lamanya, ternyata beliau tidak pernah lagi memberikan tawaran itu kepada saya. Dan yang saya sesalkan lagi, beliau memberi tawaran kepada teman saya. Dan ia pun mengiyakan tawaran tersebut. Hasilnya, teman saya memperoleh pengalaman yang lebih daripada saya. Ilmu baru, pengetahuan baru. Sesek rasanya. "Tapi ya udahlah,, next time saya akan ciptakan kesempatan itu", gumam saya.
Pengalaman lain adalah saat mentor siaran radio saya bertanya, "Dias, kapan nikah?" lalu saya menjawab, "Wah, belum siap mas." kemudian ia pun tersenyum.
Pekan berikutnya, mentor saya kembali bertanya, "Ayo rek, wis kerjo kok gak wani rabi!? (Ayo, udah kerja kok ndak berani nikah?!)", dan saya pun mengutarakan jawaban yang sama.
Lalu, sebuah jawaban menohok saya dapatkan lagi. "Kalo hari ini bilang ndak siap, sepuluh tahun, sebelas tahun yang akan datang, jawabannya juga ndak bakal berubah! Udah tau ndak siap, tapi apa udah berusaha mempersiapkan?!"
Jleb,, busshhh,,, jawaban itu bagai anak panah yang menusuk lalu menembus dada saya. "Huffvvhhss,,, iya ya?! Tapi mau gimana lagi, kan belum siap?!" Dan berbagai alasan pun saya lontarkan sebagai dalih pembenaran bagi jawaban saya.
Bertahun-tahun kemudian, setelah pertama kali ditawari menggantikan ngisi pengajian di tahun 2004, saya menyadari, bahwa saya telah melakukan kesalahan besar. Awalnya, saya suka ragu-ragu, bingung dan bimbang. Selalu berkata tapi kan begini begitu. Atau, ya bisa aja seandainya begini, kalau begitu, serta alasan-alasan yang menghalangi diri saya untuk berkembang.
Saat itulah saya menyadari, bahwa saya hanya akan menjadi orang yang biasa-biasa saja. Karena jika saya terus berkata tapi, berandai-andai dan banyak alasan, sampai kapanpun impian saya tidak dapat tercapai. Pengen tampil jadi public speaker handal, ya harus mencoba dan mau latihan. Mau bisnis sukses, ya harus dilakoni dan siap atas konsekuensinya. Tanpa tapi, kalau dan alasan-alasan.
Nah, buat anda yang hari ini masih ber-tapi, ber-andai dan ber-alasan, siapkan diri anda untuk meninggalkan kata-kata tersebut. Dengarkan masukan dari orang lain, dan ambil pelajaran dari masa lampau. Lihatlah kebawah untuk bersyukur, dan tengok keatas untuk mengejar kebaikan.
Selembar kertas, tak akan istimewa tanpa sentuhan origami. Segenggam beras tak akan nikmat tanpa dimasak. Dan siapapun diri anda, tak akan menjadi spesial tanpa belajar, komitmen dan keberanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar